Sabtu, 15 Januari 2011

Bogor City

Bogor (Indonesian: Kota Bogor) is a city on the island of Java in the West Java province of Indonesia. The city is located in the center of the Bogor Regency (Indonesian: Kabupaten Bogor), 60 kilometers south of the Indonesian capital Jakarta. Bogor itself is a recognized as a municipality (cat); it is an important economic, scientific, cultural and tourist center, as well as a mountain resort.
In the Middle Ages, the city was the capital of Sunda Kingdom (Indonesian: Kerajaan Sunda) and was called Pakuan Pajajaran. During the Dutch colonization of Indonesia, it was named Buitenzorg and served as the summer residence of the Governor-General of Dutch East Indies. The city was the administrative center of the Netherlands East Indies during the British control in the early 19th century.
With several hundred thousand people living on an area of about 20 km², the central part of Bogor is one of the world's most densely populated areas. The city has a presidential palace and a botanical garden (Indonesian: Kebun Raya Bogor) – one of the oldest and largest in the world. It bears the nickname "the Rain City" (Kota Hujan), because of frequent rain showers. It nearly always rains even during the dry season.

Bogor Palace

Istana Bogor is one of 6 Presidential Palaces in Indonesia. The palace is noted for its distinctive architectural, historical, features, as well as the adjoining botanical gardens. Istana Bogor was opened to the public in 1968 to public tour groups (not individuals), with the permission of the then President of Indonesia, Suharto. The number of visitors annually is approximately 10,000 people.
The gardens of the palace have an area of 284,000 square metres (28.4 hectares).


History

The original colonial building on the site of Istana Bogor was a mansion named Buitenzorg (also Sans Souci), which was built from August 1744 as a country retreat for the Dutch Governors, including also during the period of British administration. Notable occupants of the mansion include Herman Willem Daendels and Sir Stamford Raffles.
This building was substantially damaged by an earthquake in 1834, triggered by the volcanic eruption of Mount Salak. The palace was rebuilt into its present form in 1856— this time with only one storey instead of the original three, as a precaution against further earthquakes.
From 1870 to 1942 the Istana Bogor served as the official residence of the Dutch Governors General. After Indonesian independence, the palace was much used by President Sukarno, but then largely neglected by Suharto when he came to office.

Photo 

Garuda room




 

Selasa, 04 Januari 2011

HUBUNGAN PSSI DENGAN KEKALAHAN TIMNAS DAN PENGARUHNYA KE SUPORTER


Awal-awal ini rakyat Indonesia lagi mencintai sepak bola kususnya Timnas yang sukses menang dengan score yang fantastis, waktu awal bulan Desember Timnas Indonesia meundukan Malaysia dengan score 5-1. Setelah berhasil menundukan Malaysia, Timnas Indonesia kembali melawan Laos dengan score 6-1 dengan berhasilnya Timnas menjuarai 2 laga membuat Rakyat Indonesia mengagumi Timnas yang saat ini dilatih oleh Alfred Ridlel yang berkewarganegaraan Austria, pelatih ang sudah menangani banyak Club seperti Laos dan Vietnam. Setelah Timnas menang atas Malaysia dan Laos otomatis Timnas masuk ke semifinal, walapun hasil melawan thailand tidak mempengaruhi. Dan akhirnya seletah Indonesia melawan Thailand dengan score 2-1. Hasil itu membuat Thailand tidak lolos ke semifinal.
Di semifinal Indonesia melawan Philipina, dan akan di adakan 2 pertandingan Home-AwayPada laga Home Indonesia menang dengan score 1-0 dan laga ke 2 Indonesia berhasil menang dengan score 1-0 dan ini membuat Indonesia masuk Final dan akan melawan Malaysia yang berhasil mengalahkan Vietnam dengan score 2-0. Di laga final pertama yang bertempat di bukit jalil, malaysia. Indonesia tidak mampu memenagkan pertndingan dan harus menyerah 3-0 , apalagi wasit sempat menghentikan pertandingan dikarnakan suporter malaysia yang menggunakan sinar laser yang membuat Timnas Indonesia Tidak Fokus atau kehilangan konsentrasi. Dan laga final ke-dua di gelar di Gelora Bungkarno, Jakarta. Pada pertandingan ini Indonesia menang dengan score 2-1 dan hasil tersebut tidak membuat Indonesia memang dan akhirnya Malaysia memengkan Piala AFF 2010.
Dengan kekalahan Timnas banyak faktor yang membuat Timnas kalah terhadap malaysia, slah satu nya PSSI yang akhir-akhir ini di sorot media cetak maupun elektronik. Yang mengemuka di masyarakat adanya permainan politi di Timnas apalagi sebelum laga final, Timnas sempat menghadiri undangan dari Aburizal Bakrie yang di hadiri pemain Timnas dan tidak terkecuali Pelatih Timnas Alfred Ridlel. Banyak yang mempertanyakan kunjungan yang tidak jelas itu. Seletah itu Timnas kembali menghadiri Do’a bersama yang berlangsung 17 jam sebelum keberangkatan ke malaysia. Apalagi media elektronik tidak henti-hentinya menwawancari Timnas dan pelatih hal ini sangan mengganggu mereka.
Suporter Indonesia sejauh ini sangat mendukung Timnas apalagi banyak suporter yang datang jauh-jauh dari berbagai daerah ,antusias yang dilihatkan oleh suporter nyatanya tidak sama seperti PSSI yang tidak siap dalam mengelola tiket nyatanya banyak suporter yang suah berjam-jam tapi tidak mendapatkan tiket. Dan puncak dari kemarahan suporter beberapahari sebelum pertandingan Final ke-dua di jakarta, para suporter mendobrak pintu Gelora bungkarno dan merusak fasilitas stadion.
Jadi, harus nya PSSI harus berbenah dalam menejemen di Timnas jangan sampai ada politik di Timnas, akibatnya dapat mengganggu Prestasi dari Timnas dan jangan sampai PSSI mencari untung semata sepertipenjualat tike VVIP yang harganya Rp. 1 juta hal ini wajar dibandingkan stsdion malaysia yang menjual tiket VVIP sekitar 50 Ringgit atau skitar Rp 180.000. dan dikabarkan pendapatan PSSI di Turnamen AFF 2010 mencapai 22 milliar. Harusnya PSSI membenahi Fasilitas Stadion latihan yang tidak dimiliki Indonesia, kalo mau dalam prestasi harusnya PSSI menyediakan fasilitas yang memadai untuk timnas Indonesia.